Sabtu, 24 Oktober 2015

Novel karya Manda



Tema Hukum Karma
Tema yang muncul cukup beragam, namun yang utama adalah hukum karma dan konflik adat atau jual tanah akibat situasi dan kondisi. Novel Cicih (104 halaman) karya Nyoman Manda mengambil tema tentang hukum karma, yakni perbuatan buruk akan mendapat pahala buruk, perbuatan baik akan mendatangkan pahala yang baik. Dalam novel ini dilukiskan tokoh cerita yang berbuat baik sehingga di akhir cerita mendapat kebahagiaan. Dilukiskan dengan bahasa yang serderhana, mudah dipahami, dan alur jelas, novel Cicih adalah cerita yang happy ending, memberikan pelajaran moral lewat cerita.
Novel Sampek Engtay (110 halaman), juga karya Nyoman Manda, merupakan pengisahan ulang cerita rakyat Cina yang populer di Bali sejak awal 1900-an. Kisah Sampek Engtay hadir di Bali dalam bentuk puisi tradisional Bali, gaguritan, juga sering diangkat sebagai lakon opera Bali alias arja atau drama gong alias teater berbahasa Bali.
Inti cerita yang berdar di Bali dengan yang diadopsi ke dalam novel tetap sama, yakni kasih tak sampai karena salah pengertian antara Sampek (pria) dan Engtay (wanita, tetapi menyamar sebagai laki-laki agar diizinkan bersekolah). Namun, cinta sejati di antara keduanya berlanjut di alam sana, karena di akhir cerita Engtay singgah ke kuburan Sampek dan kuburan itu tiba-tiba terbuka. Engtay menceburkan diri ke dalam kuburan, masuk ke dalamnya. Sebelum kuburan tertutup kembali, dari dalamnya ke luar dua kupu-kupu, simbol kedua kekasih.
Sama dengan novel Sampek Engtay, novel Jayaprana-Layonsari (124 halaman) juga merupakan gubahan atas cerita rakyat. Jayaprana-Layonsari adalah legenda Bali yang banyak ditulis dalam gaguritan. Kisah ini juga sering dijadikan lakon arja, drama gong, film atau sinetron. Jayaprana-Layonsari adalah sepasang suami-istri yang diperdaya oleh Raja Kalianget. Raja jatuh cinta pada Layonsari yang cantik kemudian membuat konspirasi untuk membunuh Jayaprana. Begitu Jayaprana mampus, Raja membujuk Layonsari tetapi janda ini menolak dan memilih bunuh diri. Terhina karena cintanya ditolak, Raja pun kalap dan membunuh siapa saja, sampai akhirnya dia sendiri kena tusuk dalam keriuhan perkelahian.
Seperti Sampek Engtay, cerita ini pun diakhiri dengan pertemuan atma mempelai, Jayaprana dan Layonsari, bahagia di alam sana.
Ketiga novel Nyoman Manda di atas berangkat dari kisah berbeda tetapi memiliki persamaan tema, sama-sama menggarap tentang hukum karma. Orang-orang yang berbuat buruk, seperti Sang Raja, menemui nasib tragis, sedangkan yang berbuat baik mendapatkan kebahagiaan sejati di alam sana.
Dewasa ini seni pertunjukan jarang memainkan lakon Sampek-Engtay dan Jayaprana-Layonsari, oleh karena itu kehadiran novel Nyoman Manda ini menjadi sumber bacaan yang dapat mempopulerkan kekayaan sastra tradisional Bali kepada generasi muda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar